Menyelami Makna Belajar: Sinergi BBM dan 3M dalam Pembelajaran Mendalam di Sekolah Dasar
Pembelajaran mendalam (deep learning) merupakan proses belajar yang menekankan keterhubungan antara pengetahuan, keterampilan, nilai, dan pengalaman nyata siswa. Dalam konteks pendidikan dasar, pembelajaran mendalam tidak sekadar menekankan pada hasil akhir berupa nilai, tetapi pada proses berpikir kritis, reflektif, dan berkesadaran terhadap apa yang dipelajari. Menurut Fullan dan Langworthy (2014), pembelajaran mendalam adalah proses di mana siswa memperoleh kemampuan untuk “menciptakan dan menggunakan pengetahuan baru dalam dunia nyata untuk memecahkan masalah yang bermakna bagi mereka.” Hal ini menegaskan bahwa esensi pembelajaran mendalam adalah keterlibatan aktif dan reflektif siswa dalam pengalaman belajar.
Prinsip pertama dalam pembelajaran mendalam adalah berkesadaran (mindful). Berkesadaran berarti siswa dan guru sama-sama hadir sepenuhnya dalam proses pembelajaran, memahami tujuan, serta menyadari nilai dari setiap aktivitas belajar. Menurut Langer (2014), kesadaran dalam belajar mendorong siswa untuk lebih fokus, terbuka, dan tidak sekadar mengikuti instruksi, melainkan memahami makna di baliknya. Di sekolah dasar, kesadaran ini dapat dibangun melalui kegiatan sederhana seperti refleksi harian, tanya-jawab kritis, atau diskusi tentang manfaat pembelajaran dalam kehidupan sehari-hari.
Prinsip kedua adalah bermakna (meaningful). Pembelajaran bermakna terjadi ketika siswa mampu mengaitkan konsep baru dengan pengalaman atau pengetahuan yang sudah dimiliki sebelumnya (Ausubel, 1968). Guru perlu menciptakan konteks belajar yang relevan dengan kehidupan nyata anak, misalnya mengajarkan konsep pecahan melalui kegiatan memasak atau mengelola uang jajan. Pembelajaran yang bermakna akan menumbuhkan rasa ingin tahu dan membuat siswa merasa bahwa apa yang mereka pelajari bermanfaat bagi kehidupannya.
Prinsip ketiga adalah menggembirakan (joyful). Suasana belajar yang menyenangkan akan menumbuhkan motivasi intrinsik siswa. Menurut Ki Hadjar Dewantara, pendidikan seharusnya “menuntun segala kekuatan kodrat anak agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya.” Dalam konteks pembelajaran mendalam, kegembiraan bukan berarti bermain tanpa arah, melainkan menciptakan iklim belajar yang aman, menantang, dan penuh makna, di mana siswa dapat bereksperimen tanpa takut salah.
Ketiga prinsip BBM ini saling berhubungan dengan proses 3M: memahami, mengaplikasikan, dan merefleksi. Tahap pertama, memahami, mengajak siswa untuk membangun pengetahuan dasar secara berkesadaran. Guru berperan sebagai fasilitator yang membantu siswa mengkonstruksi pengetahuan melalui pertanyaan terbuka, eksplorasi, dan diskusi. Misalnya, dalam pelajaran IPA tentang perubahan wujud benda, siswa tidak hanya menghafal konsep tetapi juga mengamati dan menganalisis fenomena di sekitarnya.
Tahap kedua, mengaplikasikan, adalah proses penerapan pengetahuan dalam situasi nyata. Tahapan ini berkaitan erat dengan prinsip bermakna. Ketika siswa mempraktikkan apa yang dipelajarinya melalui proyek, eksperimen, atau kegiatan sosial, mereka belajar bahwa pengetahuan memiliki nilai guna. Kegiatan berbasis proyek (project-based learning) atau inkuiri sangat efektif untuk mengembangkan kemampuan ini (Thomas, 2000). Misalnya, siswa membuat poster hemat energi setelah belajar tentang sumber daya alam, yang tidak hanya menguji pemahaman mereka tetapi juga mengasah kepedulian lingkungan.
Tahap ketiga, merefleksi, merupakan inti dari pembelajaran mendalam. Refleksi membantu siswa menilai kembali proses belajar, kesulitan yang dihadapi, dan makna yang diperoleh. Menurut Schön (1983), refleksi adalah proses berpikir ulang atas pengalaman untuk memperoleh pemahaman baru dan memperbaiki tindakan di masa depan. Di sekolah dasar, refleksi dapat dilakukan melalui jurnal belajar, percakapan kelompok, atau menuliskan hal yang paling berkesan dari pelajaran hari itu.
Penerapan BBM dan 3M dalam pembelajaran di sekolah dasar menuntut peran aktif guru sebagai perancang pengalaman belajar yang terintegrasi. Guru perlu menciptakan keseimbangan antara kegiatan yang menstimulasi pemikiran kritis, membangun kesadaran diri, dan tetap menyenangkan. Ketika pembelajaran dirancang dengan memperhatikan prinsip ini, siswa tidak hanya belajar untuk tahu (learning to know), tetapi juga belajar untuk menjadi (learning to be) dan belajar untuk hidup bersama (learning to live together), sebagaimana ditegaskan oleh Delors et al. (1996) dalam laporan UNESCO.
Dengan demikian, pembelajaran mendalam berbasis prinsip BBM dan 3M di sekolah dasar merupakan fondasi penting untuk membentuk pelajar sepanjang hayat. Siswa yang belajar dengan kesadaran, menemukan makna, dan merasa gembira akan memiliki motivasi internal untuk terus belajar. Mereka tidak hanya menguasai pengetahuan akademik, tetapi juga berkembang sebagai individu yang reflektif, kreatif, dan berkarakter.
Daftar Pustaka
-
Ausubel, D. P. (1968). Educational Psychology: A Cognitive View. New York: Holt, Rinehart and Winston.
-
Delors, J. et al. (1996). Learning: The Treasure Within. Paris: UNESCO.
-
Fullan, M., & Langworthy, M. (2014). A Rich Seam: How New Pedagogies Find Deep Learning. London: Pearson.
-
Langer, E. J. (2014). Mindfulness. Boston: Da Capo Press.
-
Schön, D. A. (1983). The Reflective Practitioner: How Professionals Think in Action. New York: Basic Books.
-
Thomas, J. W. (2000). A Review of Research on Project-Based Learning. San Rafael, CA: Autodesk Foundation.
-
Dewantara, K. H. (1977). Pendidikan. Yogyakarta: Majelis Luhur Taman Siswa.
Comments
Post a Comment