Motivasi Kerja Guru , kunci membangun generasi
Guru sekolah dasar memiliki peran strategis dalam membangun fondasi pengetahuan, karakter, dan keterampilan peserta didik. Di tengah perubahan paradigma pendidikan menuju pembelajaran mendalam, guru dituntut untuk memiliki semangat dan komitmen yang tinggi dalam menciptakan proses belajar yang berkesadaran, bermakna, dan menggembirakan. Tantangan ini hanya dapat dihadapi oleh guru yang memiliki motivasi kerja kuat, baik secara intrinsik maupun ekstrinsik.
Menurut Robbins dan Judge (2017), motivasi adalah proses yang menjelaskan intensitas, arah, dan ketekunan individu dalam mencapai tujuan tertentu. Dalam konteks pendidikan, motivasi kerja guru menjadi faktor penentu dalam kualitas pelaksanaan pembelajaran. Guru yang termotivasi akan berusaha menghadirkan pengalaman belajar yang menyenangkan dan relevan dengan kehidupan siswa, sedangkan guru dengan motivasi rendah cenderung menjalankan tugas sekadar memenuhi kewajiban.
Teori Self-Determination Theory (Deci & Ryan, 2000) menekankan bahwa motivasi tumbuh ketika tiga kebutuhan dasar manusia terpenuhi: autonomy (otonomi), competence (kompetensi), dan relatedness (keterhubungan). Dalam sistem pembelajaran mendalam, guru memiliki otonomi untuk merancang modul ajar, memilih pendekatan yang sesuai dengan konteks murid, serta menciptakan pembelajaran yang bermakna. Kebebasan profesional ini menjadi sumber motivasi intrinsik yang kuat, karena guru merasa dihargai dan dipercaya sebagai pemimpin pembelajaran.
Selain itu, teori Dua Faktor Herzberg (Herzberg, Mausner, & Snyderman, 1959) menjelaskan bahwa kepuasan kerja dipengaruhi oleh dua kelompok faktor, yaitu motivator dan higienis. Faktor motivator seperti penghargaan, tanggung jawab, dan pengembangan karier meningkatkan semangat kerja, sementara faktor higienis seperti gaji, kebijakan, dan hubungan antar rekan kerja perlu dijaga agar tidak menimbulkan ketidakpuasan. Dalam konteks pendidikan saat ini, dukungan kepala sekolah, lingkungan kerja yang kolaboratif, serta kesempatan pengembangan profesional merupakan unsur penting dalam menjaga keseimbangan motivasi tersebut.
Transformasi menuju pembelajaran mendalam menuntut guru untuk lebih reflektif dan kreatif. Guru tidak hanya berfokus pada pencapaian pengetahuan faktual, tetapi juga mendorong siswa untuk memahami konsep secara bermakna dan mampu mengaitkannya dengan kehidupan nyata. Hal ini sejalan dengan semangat profil lulusan yang menekankan kompetensi utuh — meliputi pengetahuan, keterampilan, dan karakter yang berlandaskan nilai-nilai Pancasila. Guru yang memiliki motivasi kerja tinggi akan lebih mudah menumbuhkan pengalaman belajar yang menantang, kolaboratif, dan berorientasi pada pemecahan masalah nyata.
Motivasi kerja juga berperan penting dalam mendorong guru untuk beradaptasi dengan teknologi dan inovasi pembelajaran. Di era digital saat ini, guru diharapkan mampu memanfaatkan media interaktif, platform pembelajaran daring, serta sumber belajar digital untuk memperkaya pengalaman belajar siswa. Meski tantangan fasilitas dan literasi teknologi masih menjadi hambatan di beberapa daerah, motivasi kerja yang tinggi dapat menjadi energi utama bagi guru untuk terus belajar dan berinovasi (Mulyasa, 2019).
Selain itu, pembelajaran pascapandemi juga menuntut guru memiliki ketangguhan emosional dan empati yang tinggi. Banyak peserta didik mengalami kesenjangan belajar (learning gap) dan penurunan minat belajar. Guru yang memiliki motivasi kerja kuat akan berupaya memulihkan semangat belajar siswa dengan menghadirkan suasana kelas yang aman, menyenangkan, dan menumbuhkan rasa percaya diri. Dengan demikian, motivasi kerja guru bukan hanya persoalan kinerja, tetapi juga berdampak pada kesejahteraan psikologis peserta didik.
Dari perspektif teori hierarki kebutuhan Maslow (1943), guru yang telah terpenuhi kebutuhan dasarnya akan berusaha mencapai aktualisasi diri. Bentuk aktualisasi ini tampak melalui keterlibatan dalam kegiatan pengembangan profesi, penelitian tindakan kelas, serta upaya berkelanjutan untuk memperbaiki kualitas pembelajaran. Ketika guru mencapai tahap ini, pekerjaannya bukan lagi sekadar tugas, melainkan panggilan jiwa.
Dengan demikian, motivasi kerja guru sekolah dasar merupakan pondasi penting dalam mewujudkan pendidikan yang berkualitas. Upaya peningkatan motivasi kerja tidak hanya melalui pemberian insentif finansial, tetapi juga melalui penciptaan lingkungan kerja yang mendukung, kepemimpinan yang inspiratif, dan kesempatan pengembangan diri yang berkelanjutan. Ketika guru memiliki motivasi yang tinggi, mereka akan bekerja dengan hati, mengajar dengan semangat, dan membentuk generasi emas Indonesia yang cerdas dan berkarakter.
Daftar Pustaka
-
Deci, E. L., & Ryan, R. M. (2000). The “What” and “Why” of Goal Pursuits: Human Needs and the Self-Determination of Behavior. Psychological Inquiry, 11(4), 227–268.
-
Herzberg, F., Mausner, B., & Snyderman, B. B. (1959). The Motivation to Work. New York: Wiley.
-
Kemendikbudristek. (2024). Kebijakan Pembelajaran Mendalam dan Profil Lulusan pada Kurikulum Merdeka. Jakarta: Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.
-
Maslow, A. H. (1943). A Theory of Human Motivation. Psychological Review, 50(4), 370–396.
-
Mulyasa, E. (2019). Menjadi Guru Profesional. Bandung: Remaja Rosdakarya.
-
Robbins, S. P., & Judge, T. A. (2017). Organizational Behavior (17th ed.). Pearson Education.
-
Uno, H. B. (2016). Teori Motivasi dan Pengukurannya: Analisis di Bidang Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Comments
Post a Comment